KEARIFAN LOKAL DALAM SASTRA KELONG


            Pencerminan Kearifan Lokal Dalam Sastra Kelong

Jumaena
Guru Inti Pusat Belajar Guru (PBG) Kab. Gowa

Berpikir kritis dan kreatif, kemampuan berkomunikasi dan berkolaborasi adalah kompetensi abad 21 yang mesti dikuasai oleh para pembelajar. Kompetensi ini hendaklah dibudayakan oleh peserta didik mengingat manusia dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Pada dasarnya dalam kebudayaan Indonesia yang diwariskan secara turun temurun, kemampuan-kemampuan tersebut sudah ada. Hanya saja, belum digali dan dikembangkan.
Pemahaman masyarakat tentang kebudayaan dan kearifan lokal daerah sangat minim dan semakin hari malah semakin berkurang. Salah satu penyebabnya adalah semakin derasnya arus globalisasi dan modernisasi yang memberikan pengaruh bagi kehidupan bangsa Indonesia. Hal ini tentu saja suatu realita yang cukup memprihatinkan karena kearifan lokal adalah aset bangsa yang sejak dahulu dipercaya sebagai identitas bangsa Indonesia.
Nilai-nilai luhur dari kearifan lokal mesti digali dan ditumbuhkan kembali dalam masyarakat sejak dini. Kearifan lokal tersebut memberikan corak tertentu dalam pola tingkah laku sosial masyarakat yang menciptakan keseimbangan kehidupan yang bermartabat bagi masyarakat yang mengamalkannya.  Nilai-nilai dari kearifan lokal bukanlah suatu yang statis melainkan suatu perpaduan antara kebiasaan dan penerimaan secara sukarela yang telah berlangsung turun temurun yang mengikuti perubahan serta penyesuaian yang terjadi menurut kondisi dan waktu pada masyarakat setempat dimana nilai-nilai itu dianut atau tumbuh.
Kebudayaan-kebudayan tersebut mulai tergerus zaman, salah satu indikasinya adalah terjadinya persaingan budaya asing dengan budaya lokal yang cenderung akan menenggelamkan kearifan lokal. Fenomena ini perlu mendapat perhatian dari semua pihak agar khasanah budaya lokal tidaklah punah termasuk budaya masyarakat Makassar.
Salah satu kebudayaan bahasa masyarakat Sulawesi Selatan yang kaya akan kearifan lokal adalah kelong. Kelong merupakan sastra lisan yang diucapkan oleh masyarakat Makassar dahulu jika ingin mengungkapkan sesuatu. Agar eksistensi kelong tetap terpelihara maka pada peserta didik perlu ditanamkan rasa cinta terhadap sastra kelong. Pengungkapan nilai budaya dan kearifan lokal yang terkandung dalam sastra kelong perlu diangkat ke permukaan agar masyarakat terutama peserta didik sebagai generasi muda dapat mengetahui dan mencintai budaya yang terkandung dalam sastra tersebut. Sehingga, pada saatnya nanti dapat mereka gunakan untuk menyaring budaya asing yang belum tentu baik dan menguntungkan bagi generasi muda.
Kelong merupakan sastra lokal Makassar yang dapat difungsikan dalam pendidikan. Dalam kelong hal yang diungkapkan tidak sebatas sastra atau budaya saja tetapi juga nilai makna kultural kehidupan Makassar. Kelong mengandung falsafah hidup atau ajaran yang mendalam yang perlu diteliti, diapresiasi dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Kelong memiliki kata-kata yang sarat akan makna dan nilai memberikan gambaran yang jelas pada peserta didik. Kata-kata yang digunakan adalah dalam  kelong  adalah pilihan kata dari bahasa Makassar, bahasa yang sehari-hari peserta didik gunakan. Hanya saja, pada pilihan kata (diksi) kelong mengutamakan kata-kata konotasi yang nilai rasanya halus tetapi mewakili pesan yang ingin disampaikan (Syamsud, 2016) . Salah satu bentuk kelong dalam sastra Makassar tergambar seperti di bawah ini:
Tutuki maklepa-lepa                                     
Makbiseang rate bonto
Tallangko sallang
Nasakkokko alimbukbuk
Tutu laloko ri kana
Ukrangiko ri panggaukang
Kodi gauknu
Kodi todong balasakna
Terjemahan:
Hati-hatilah bersampan
Berperahu di daratan
Tenggelam kamu nanti
Kamu termakan debu
Hati-hatilah dalam berkata
Ingatlah akan perbuatanmu
Buruk perbuatanmu
Buruk pula balasannya
Jika dinilai dari segi bentuknya maka kelong di atas adalah puisi yang memiliki larik-larik yang terbatas. dan terdiri dari empat larik tiap baitnya sebagaimana bentuk puisi pada umumnya. Makna yang terkandung dalam kelong di atas adalah pesan yang disampaikan agar seseorang berhati-hati dalam bertutur dan bertingkah laku. Pesan-pesan yang terkandung dalam kelong dapat diadaptasi oleh peserta didik dengan membuat puisi serupa untuk menasehati kawan atau diri mereka sendiri.
            Penggunaan kata dalam kelong tidak sembarangan, tetap memerhatikan  keindahan kelong itu. Ada beberapa kata dalam kelong yang menggunakan makna konotasi. Berikut ini contoh kelong dengan kearifan lokal Makassar yang tidak kenal menyerah.
Takunjunga bangun turuk
Nakugunciri gulingku
Kualleanna
Tallanga natoalia
Artinya
Semula keperturutkan arus mengalir
Kemudi kutancancapkan
Dan kupilihlah
Lebih baik tenggelam daripada surut kembali tanpa hasil

Kusoroanna biseangku
Kucampa na sombalakku
Tamammelakka
Punna teai labuang
Artinya
Kudayung sampanku laju
Kukembangkan layar
Pantang berbelok ke arah lain
Kecuali arah pantai berlabuh
Kelong diatas menjelaskan karakter orang makassar yang pantang menyerah menghadapi tantangan bagaimanapun wujudnya, karena masyarakat yang menyerah dinilai tidak memiliki sirik (malu). Motivasi diatas dijadikan pula semboyang dalam hidup orang makassar tentang keteguhan hati yaitu Kualleanna Tallang Natoalia (sekali layar terkembang pantang biduk surut ke pantai).
Dengan memerhatikan  makna kelong di atas dapat disampaikan kepada peserta didik motivasi-motivasi orang makasssar yang sejak dahulu ada dan dituliskannya dalam sebuah kelong. Kelong di atas  menceritakan tentang keteguhan hati dalam perjuangan meraih cita-cita mereka. Nilai-nilai kearifan lokal untuk tidak pantang menyerah dapat diimplemetasikan peserta didik dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Jammengki rirua jammeng
Sekre kuburu ki julu
Napara sayuk
Anrong tamalassukangta
Artinya
Mati kita bersama
Satu kubur kita berdua
Agar sedih
Ibu yang memelihara kita
Pada kutipan Kelong di atas, menggambarkan rasa persaudaraan yang tinggi, sehingga masyarakat rela berkorban demi saudaranya. Dalam keseharian masyarakat Makassar kelong di atas digunakan sebagai ungkapan menjunjung tinggi rasa persaudaraan sehingga mempererat hubungan dalam msyarakat. Masyarakat makasar terkenal dengan falsafah hidupnya dalam persaudaraan yaitu abbulo sibatang accera sitongka-tongka sebuah budaya rela mati demi persatuan. Kearifan lokal ini sering diteriakkan oleh pahlawan-pahlawan pada jaman dahulu.
Parannu tuni pakjari
Lonnu sunggumo ikau
Taeki makring
Ninanro langkaluppai
Artinya
Sesama ciptaan tuhan
Walau engkau bahagia
Janganlah engkau mau
Dibiarkan melupakan

Kelong ini merupakan contoh kelong dengan kearifan lokal Sipakatau, makna kelong ini berkaitan dengan sikap saling menghargai ciptaan Tuhan, tidak membeda-bedakan satu sama lain dan tidak melupakan asal kejadian atau tidak menjadi sombong. Rasa Nasionalisme peserta didik dapat ditingkatkan melalui kelong ini. Persatuan perlu dijaga dalam bentuk kesetiaan, memperkokoh persaudaraan dan saling menopang.
Nilai-nilai kearifan lokal seperti Sirik Na Pacce juga tertulis dalam sastra kelong seperti di bawah ini:
Manna tinggi kalukua
Manna kamma layang-layang
Kuambik tonji
Punna sirik latappela
Artinya
Walau tinggi pohon kelapa
Walau bagaikan layang-layang
Akan kupanjat juga
Kalau saya dipermalukan

Dalam kehidupan masyarakat Makassar, sirik dipegang teguh dan merupakan harga mati. Sirik berkaitan dengan harga diri seseorang. Kelong merupakan media komunikasi untuk mengungkapkan perasaan suka dan duka bagi masyarakat. Budaya masyarakat Makassar perlu mendapat perhatian untuk pelestarian dengan memasukkan kelong sebagai media dalam membelajarkan sastra pada peserta didik diharapkan peserta didik dapat mengimplementasikan  kelong dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Kelong-kelong yang sarat akan makna tersebut di atas, dapat memperkaya peserta didik dalam mempelajari kearifan lokal masyarakat makassar yang dapat mereka terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa nilai kelong yang dapat mereka petik antara lain:
1.      Akbulo sibatang
    Arti kata  Akbulo Sibatang bagai sebatang bambu yang lurus dan kuat, kokoh serta beruas-ruas. Dalam kehidupan sehari-hari, kata ini berarti seseorang  harus lurus dan jujur, bekerja keras serta mengedepankan persatuan.  Kita dapat menyampaikan motivasi kepada peserta didik agar mereka tekun dalam belajar serta menjaga persaudaraan, persahabatan dan kekokohan negera.

2.      Sipakatau
Arti kata Sipakatau adalah menghargai orang lain sebagai makhluk ciptaan Allah SWT.
Kata ini bermakna agar peserta didik dalam lingkungannya tetap saling menghargai sesama manusia. Menghormati yang tua dan menyayangi yang muda. Memandang orang lain sebagai manusia seutuhnya. 

3.      Tokdokpuli
Kata Tokdopuli berarti memiliki keteguhan hati, tidak mudah terombangambing, memegang janji dan setia. Menyelesaikan pekerjaan dengan sebaik-baiknya. Mencerminkan nilai keteguhan dalam membela dan mempertahankan prinsip-prinsip kebenaran. Dalam kehidupan sehari-hari, peserta didik tentu saja memperoleh rintangan dan hambatan tetapi mereka seyogyanya memiliki keteguhan hati dalam menghadapi hal tersebut. Kelong-kelong makassar tentang keteguhan hati diharapkan dapat menginspirasi peserta didik dalam mewujudkan cita-cita mereka.

Karya sastra dapat memperkaya dan memperluas cakrawala pembacanya karena mengandung pandaagan hidup, mempertajam akal, memperhalus budi dan pada akhirnya dapat membantu pembacanya untuk peka dalam menghadapi berbagai perkembangan dan perubahan.  Kelong diharapakan selain memotivasi juga memperkenalkan ragam budaya khas Makassar dalam sastra lisannya. Nilai-nilai luhur budaya yang terdapat dalam sastra kelong perlu senantiasa digiatkan kepada masyarakat khususnya peserta didik sehingga peserta didik dapat termotivasi dan terinspirasi.

Sumber Bacaan

Labbiri. (2019). Sastra Kelong. Kanaka

Syamsud. (2016). Nilai Kelong dan Implementasinya dalam Kehidupan Masyarakat Makassar. Tesis. Universitas Muhammadiyah Makassar

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nilai Pappasang 1

Guru Inspiratif