Nilai Pappasang 1
PAPPASANG:
MENYIBAK NILAI-NILAI PENDIDIKAN
KARAKTER
BERBASIS BUDAYA LOKAL
(Bagian 1)
Labbiri, S.Pd.,M.Pd.
Guru Inti Pusat Belajar Guru (PBG) Kab. Gowa
Pappasang Turiolo atau disingkat Pappasang biasa dipadankan dengan
nasihat, wejangan, atau petuah leluhur. Termasuk jenis sastra lisan Makassar
yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat yang berlatar belakang
bahasa dan budaya Makassar diwariskan secara turun-temurun dari mulut ke mulut. Pappasang ini
mengungkap tidak saja budaya tetapi menyentuh sisi-sisi lokalitas kehidupan
manusia karena banyak mengandung
falsafah hidup yang mendalam yang patut diketahui sebab penuh dengan
nilai-nilai universal dan dapat diterapkan dalam konteks kehidupan kekinian.
Pappasang dapat muncul dari kalangan penguasa atau raja dan pejabat kerajaan
yang nantinya menjadi ketentuan atau undang-undang di dalam wilayah
kekuasaannya.Mungkin pula berasal dari
kalangan guru atau ulama serta tokoh-tokoh masyarakat yang berisi seperangkat
kode etik dalam berbagai aspek kehidupan, mungkin pula berasal dari kalangan
orang tua terhadap anak cucunya yang berisi kaidah atau norma kesusilaan.
Pengungkapan
nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pappasang, perlu diangkat
kepermukaan agar masyarakat, terutama kaum muda yang cenderung mengalami
dekandensi lokal historis (kebutaan dalam mengetahui sejarah dan
kearifan-kearifan lokal daerahnya). Hal ini dimaksudkan supaya generasi muda
dapat mengetahui akhirnya mencintai budayanya yang pada saatnya nanti mereka
mampu menjadikan filter/saringan terhadap nilai-nilai asing yang belum tentu
menguntungkan.Terjadi perang budaya global yang cenderung menenggelamkan
nilai-nilai budaya lokal perlu mendapat perhatian semua kalangan agar khasanah
lokalitas tidak punah. Karena punahnya nilai-nilai budaya ini berarti bahwa
kekayaan budaya yang terkandung di dalamnya akan punah pula.
Sulawesi
Selatan menyimpan beragam kebudayaan, di antaranya adalah seperti yang terdapat
dalam nilai-nilai Pappasang yang mencerminkan khasanah budaya Makassar
secara umum pada masanya.
Untuk
memperoleh gambaran tentang nilai-nilai pendidikan karakter yang berbasis
budaya lokal dapat dicermati dalam Pappasang, berikut ini diberikan
beberapa contoh Pappasang dengan terjemahannya beserta tafsiran
kontekstualnya. (Diadaptasi dari Zainuddin Hakim, dalam jurnal Sawerigading
Nomor 1 Maret 1993).
Nilai
Karakter Kejujuran
Konsep kejujuran dalam budaya Makassar
merupakan salah satu faktor yang sangat mendasar di dalam
kehidupan.Terabaikannya nilai-nilai tersebut dapat menimbulkan keresahan,
kegelisahan, dan penderitaan di kalangan masyarakat. Kejujuran adalah modal
utama dalam kehidupan yang perlu dibuktikan dalam bentuk pola tingkah laku,
bukan pada slogan kosong dan ungkapan-ungkapan manis tanpa makna. Oleh karena
itu, salah satu barometer yang dapat dijadikan landasan penilaian tentang mulia
dan tidaknya seseorang tergantung pada sejauh mana pelaksanaan amanah yang
menjadi tanggung jawabnya.Pada garis besarnya nilai kejujuran itu dapat dilihat
dari tiga dimensi, yaitu jujur kepada Allah, jujur kepada sesama manusia, dan
jujur terhadap diri-sendiri.Hal ini diungkapkan dalam Pappasang berikut.
“ Issengi keknang, maknassa antu
nikanaya lambusu tallui rupanna. Uru-uruna, malambusuk ri Allah Taala, iami
nikana malambusu ri Allah Taala tangkaluppaiai, makaruana, malambusuka ri paranna tau. Iami nikana malambusuk ri
paranna tau tangkaerokiai sarena paranna tau. Makatalluna, malambusuka ri
batangkalenna. Iami nikana malambusuka ri batang kalenna. Iami nikana
malambusuk ri batangkalenna, angkalitutuiai bawana ri kana balle-ballea.
(Hakim, 1992: 5).
Terjemahan:
Ketahuilah,
sesungguhnya kejujuran itu ada tiga macam.Pertama jujur kepada Allah, artinya,
tidak melalaikan (perintah-Nya); kedua, jujur kepada sesama manusia, artinya
tidak mengharapkan imbalan dari seseorang, ketiga, jujur kepada diri-sendiri,
artinya, menjaga dan mengawasi mulut dari perkataan dusta.
Pappasang di atas mengisyaratkan
bahwa kejujuran itu baru dianggap sempurna jika seseorang mampu
mengaplikasikannya ke dalam tiga dimensi.
- Jujur
kepada Allah
Salah satu pembuktian kejujuran seseorang
kepada Allah adalah pengakuan tentang kelemahan dan ketidakbrdayaannya di balik
kemahaperkasaan dan kemahakuasaan-Nya.Hal ini dapat terwujud dalam bentuk
ketaatan menjalankan perintah dan menjauhi segala bentuk larangan-Nya termasuk
dalam kategori ibadah dan sekaligus termasuk ciri orang yang beriman.Kesadaran
terhadap pelaksanaan tanggung jawab itu juga berarti pemenuhan dan pelaksanaan
ikrar atau janji yang diterima setiap orang sebelum keluar ke alam
dunia.Bagaimana pelaksanaan tanggung
jawab menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah sebagai perwujudan nilai
kejujuran, ditegaskan lebih gamblang dalam Pappasang berikut.
…makaruana, lambusaka ataya riKaraenna.
Naia nikanaya lambusu ri karaenga, napakkule-kulleangi ampakrupai passuroanna
ia nisuroangai ri karaenna. (Hakim, 1992:44).
Terjemahan:
…kedua,
kejujuran seorang hamba kepada Tuhan-Nya.Maksudnya ialah melaksanakan perintah
yang telah digariskan kepadanya.
Perlu
disadari bahwa pembuktian kejujuran kepada Allah hanya dapat dilaksanakan
apabila seseorang sudah memiliki benih-benih iman. Pancaran sinar iman itu pada
akhirnya akan mewarnai seluruh pola tingkah lakunya sehingga ia sadar bagaimana
seharusnya ia bertindak, terutama ampakruai passuroan-Na, menunaikan
perintah-Nya dengan tanggung jawab yang tinggi.
Di balik semua itu, perlu pula disadari bahwa
pelaksanaan kejujuran dan tanggung jawab itu merupakan sesuatu yang tidak dapat
ditawar-tawar, dan sekalius sebagai jalur untuk sampai kepada kebahagian
hakiki, baik untuk dunia sekarang maupun untuk akhirat kelak.Hal ini ditegaskan
dalam Pappasang berikut.
Punna mallako ri karaennu pakrupai
passuroanna, nanulliliang pappisangka. Ia-iannamo tau anggaukang passuroang
nalliliang pappisangkan iamintu tanra tau salamak, tanra tunikamaseang ri
Karaeng Mappakjaria. (Hakim, 1992:42)
Terjemahan:
Kalau kamu
takut (bertakwa) kepada Allah, tunaikanlah perintah-Nya dan hindarilah
larangan-Nya.Orang yang menjalankan perintah kemudian meninggalkan
larangan-Nya, itulah orang yang selamat dan sejahtera serta dikasihi oleh Sang
Pencipta.
Hal senada juga digambarkan
dalam Pappasang (Lihat Sikki et al., 1991: 48) berikut ini.
Anggaukangko passuroang siagang
alliliangko pappisangka nasalamak linonu siagang akheraknu.
Terjemahan:
Laksanakanlah
perintah dan hindarilah larangan agar tenteram hidupmu dunia akhirat.
- Jujur
kepada Sesama Manusia
Selain kejujuran yang besifat vertikal, yaitu
jujur kepada Allah.Ada juga kejujuran yang bersifat horizontal, yaitu jujur
terhadap sesama manusia, harus pula dilaksanakan. Jujur kepada sesama manusia
berarti menghormati batas-batas hak orang lain. Hal ini sekaligus menjadi alat
control di dalam bertindak dan berperilaku. Adanya benturan-benturan dalam
kehidupan bermasyarakat antara lain disebabkan oleh keidakmampuan masing-masng
pihak mengendalikan diri sehingga batas-batas hak itu kabur.
Saling menghormati hak dan wewenang
masing-masing individu merupakan salah satu nilai luhur yang perlu ditegakkan
guna mewujudkan kehidupan yang lebih aman, sehat, dan tenteram.Warna kehidupan
seperti ini selalu menjadi dambaan setiap orang di dalam kelompoknya. Oleh
karena itu, menjadi kewajiban bagi setiap orang mengetahui kemudian mematuhinya
mana yang menjadi haknya dan mana pula yang menjadi hak orang lain. Masalah ini
selalu menjadi perhatian khusus para leluhur kita agar anak cucunya kelak mampu
mewujudkan nilai-nilai kejujuran di dalam masyarakat.
Mari kita perhatikan Pappasangberikut.
Lambusukko ikau numakgauk tau toa. Teako anngallei apa-apa na tiai
apa-apannu. Teako anngoai ri barang-barang na taia barang-barannu, kaantu
lambusuka natamangoa ri barang-barang iamintu allakbui umuruk. (Hakim, 1992:
39)
Terjemahan:
Jujur dan bertindaklah seperti orang tua
(bijaksana dan penuh pertimbangan).Janganlah mengambil sesuatu yang bukan
hakmu. Jangan serakah terhadap harta benda yang bukan warisanmu, sebab
kejujuran dan sikap menahan diri dari sesuatu yang bukan hakmu, itulah yang
akan memanjangkan umur.
Merampas hak orang lain merupakan
penggambaran watak dan kepribadian
orang-orang yang tidak menghargai nilai-nilai kejujuran dan keadilan.
Perampasan itu mungkin dalam bentuk materi atau wewenang dan tanggung jawab.
Kesemuanya perlu dihindari karena hal
ini termasuk tindakan yang melanggar ajaran agama dan norma-norma kesusilaan
yang berlaku dan dijunjung tinggi di masyarakat.
Pappasang di atas mengandung anjuran
agar setiap individu mampu mengendalikan diri, terutama dalam soal materi,
sebab hal ini biasanya mengundang seribu satu macam masalah yang memerlukan
penanganan secara serius dan sungguh-sungguh. Jika masing-masing pihak tidak
mampu menahan diri dan mengindahkan kaidah-kaidah sosial yang sudah menjadi
kesepakatan, lambat laun tetapi pasti,
akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
- Jujur
kepada Diri-Sendiri
Jujur kepada diri-sendiri tidak dapat
dipisakan dari dua dimensi kejujuran yang
lain, yaitu jujur kepada Allah dan jujur kepada sesama manusia. Hubungn
timbal balik antar keduanya merupakan satu-kesatuan yang tak dapat dipisahkan
yang sekligus mencerminkan manusia yang beradab dan bermartabat.
Untuk mengenal pribadi seseorang, banyak cara
yang dapat digunakan, antara lain melalui tuturan. Di samping penampilan,
tuturan atau gaya bicara dapat memberi kesan pertama tentang beradab tidaknya
seseorang.
Ada tiga faktor pokok yang dapat dijadikan
dasar penilaian tentang kejujuran seseorang kepada dirinya. Ketiga fakor
tersebut adalah cara bertutur (lidah), hati, dan tingkah laku. Mari kita
perhatikan Pappasang berikut ini,
Tallui pokokna upaka I lalanna anne
linoa. Sekremi ampisangkaiai kalenna anggaukang gauk kodi; makaruana,
ampisangkaiai lilana ri kana-kana kodia; makatalluna, ampisangkaiai atinna ri
nawa-nawa kodia. ( Hakim, 1992: 3)
Terjemahan:
Ada tiga
sumber kebahagiaan di dunia ini.Pertama, menjaga diri dari perbuatan tercela;
kedua, menjaga lidah atau mulut dari perkataan dusta; ketiga, memelihara hati
dari pikiran-pikiran jahat.
Ketiga komponen terebut (lidah, hati, dan
perbuatan) terdapat jaringan yang sangat kuat, dan yang menjadi pusat adalah
hati.Sebagai pusat komando, hati harus senantiasa mendapat pengawasan ekstra
ketat sehingga segala kemungkinan yang dapat mengganggu arus komando dan pesan
yang dikomandokannya dapat dilacak.Selama hati masih dalam keadaan bersih arus
komando dan pesan yang dikirim selalu bernilai positif. Sebaliknya, jika hati
dalam keadaan kotor, arus komando akan mengalami hambatan, sedangkan pesan yang
dikirim sulit dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Kita perhatikan Pappasang berikut ini.
Jagai bajiki andallekanna atinnu,
nasabak punna bajik pandallekanna ati, bajik tongi antu ampe-ampea ri karaenta
siagang ri paranta nipakjari. Naia tossing punna kodi andallekanna atia, kodi
tongi antu panngampeta ri karaenta siagang ri paranta nipakjari. (Hakim,
1992:2)
Terjemahan:
Awasilah
dengan baik haluan hatimu, karena jika hati itu baik, maka akan baik pula
tingkah lakumu kepada Allah dan kepada sesama ciptaan-Nya. Sebaliknya jika
hatimu tidak baik, maka pengaruhnya akan tampak pula dalam tingkah lakumu
kepada Allah dan sesama ciptaan-Nya.
Dari Pappasang di atas digambarkan
bahwa yang paling menentukan dalam diri ini adalah hati. Jika hati itu baik,
instruksi yang dikirim ke lidah bernilai positif dan akan menghasilkan
perbuatan yang bernilai positif pula. Di samping itu, isi hati seseorang akan
mudah dideteksi lewat hubungannya dengan Tuhan dan kepada sesamanya. Baik
buruknya hubungan tersebut merupakan cerminan dari hati yang bersangkutan.
Selanjutnya, yang perlu diawasi adalah
tindakan lidah itu.Acap kali lidah menyampaikan informasi yang bertentangan
dengan komando yang diterimanya dari hati.Inilah yang disebut dusta, paling
tidak mendustai kata hati.Dalam konsep budaya Makassar disebut “balle-balle”
orangnya disebut “paballe-balle” atau pendusta.Lidah sering membawa keberuntungan,
tetapi tidak jarang lidah pula menyebabkan penyesalan dan kehancuran.Oleh
karena itu, lidah harus diawasi, seperti yang tergambar dalam Pappasang
berikut.
Jagai laloi bawanu, teako jai
kana-kana sala, nsabak antu kanaya rua tallui battuanna. Jagai tongi
lilanu, kaantu lilaya tarangangangi na saulea. (Hakim, 1992:4)
Terjemahan:
Peliharalah
mulutmu, jangan sembarang bicara, karena pembicaraan itu dapat menimbulkan
beberapa makna atau pengertian.Jaga pula lidahmu, karena lidah itu lebih tajam
daripada sembilu.
Dalam Pappasang yang lain disebutkan
sebagai berikut.
Teako majai kana ka antu kanaya majai
battuanna, nanukatutui lilanu kantu lilaya allokoki na talibakka mapia.
Tangaraki ikau kanaya nainampa nupasuluk ri bawanu taenapa kodina nanukanang
kanaya. (Matthes, 1883:261)
Terjemahan:
Janganlah
sembarang kata engkau ucapkan, karena ucapan itu dapat menimbulkan makna yang
beraneka ragam.Peliharlah lidahmu karena luka yang ditimbulkan oleh lidah
sangat sukar disembuhkan.
Faktor lain yang memerlukan pengendalian
adalah perbuatan atau gauk. Sebagaimana halnya dengan lidah, perbuatan yang
bertentangan dengan intruksi pusat komando sering pula muncul.Agar perbuatan
itu selalu terkendali, leluhur kita memberi jalan keluar lewat Pappasang
berikut.
Tangaraki gauknu naia nualle anrong
guru. Allei bajika nanu tantangi kodia, nasabak antu kanaya siballakjintu
bajikna siagang kodina, kamma tonjintu nawa-nawaya. (Hakim: 1992:7)
Terjemahan:
Amatilah
perbuatanmu kemudian jadikanlah pelajaran. Petiklah yang baik, tinggalkanlah
yang jelek. Ucapan itu
tempatnya kebaikan dan keburukan, demikian pula halnya pikiran.
Pappasang di atas mengandung
pelajaran yang sangat berharga.Sebelum berbuat, kita harus memperkirakan akibat
yang mungkin ditimbulkannya.Jika akibatnya baik, perlu dipercepat
pelaksanaannya. Akan tetapi, jika berakibat buruk,pelaksanaannya perlu ditunda,
bahkan kalau perlu digagalkan.
Pengalaman adalah guru yang paling
berharga.Oleh karena itu, kita harus belajar banyak dari pengalaman dan
peristiwa masa lalu untuk dijadikan bahan perbandingan dan renungan dalam
bertindak, karena setiap tindakan mempunyai resiko.Besar kecilnya resiko
tergantung pada konvensi masyarakat terhadap sebuah nilai.
Komentar
Posting Komentar